Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum transisi dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) ke pailit terhadap perjanjian sewa-menyewa, dengan menekankan posisi hukum penyewa dan pemilik
barang sewa. Penelitian terdahulu umumnya hanya membahas pailit atau PKPU secara terpisah, sehingga
terdapat kekosongan kajian terkait implikasi transisi PKPU ke pailit bagi keberlangsungan perjanjian yang
sedang berjalan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundangundangan, konseptual, serta studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transisi PKPU ke pailit
menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya hilangnya hak penyewa meskipun telah memenuhi
kewajibannya, serta posisi rentan pemilik barang sewa karena objeknya dapat ditarik ke dalam boedel pailit.
Pasal 36 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 memberi dasar hukum bagi pemilik barang untuk menuntut
pengembalian objek sewa dari boedel pailit, namun dalam praktiknya sering terjadi benturan dengan
kepentingan kreditur lain. Analisis dengan teori perlindungan hukum Philipus M. Hadjon menunjukkan
lemahnya instrumen preventif bagi pihak beritikad baik, sedangkan teori keadilan Gustav Radbruch menegaskan perlunya keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan dalam penyelesaian sengketa
kepailitan. Dengan demikian, penelitian ini menekankan pentingnya reformulasi regulasi agar perlindungan
hukum preventif dan represif dapat berjalan seimbang, serta merekomendasikan agar kewajiban sewa pascaputusan pailit dikualifikasi sebagai utang boedel dengan hak pengakhiran perjanjian secara wajar oleh kurator
atau pemilik barang sewa